Jakarta -
Pengumpulan penerimaan pajak selama ini terganjal upaya-upaya
penghindaran dari Wajib Pajak (WP), termasuk pengusaha kelas kakap. Para
pengusaha kerap didampingi preman sampai mengancam punya bekingan saat
proses penagihan pajak.
Pernyataan itu disampaikan Kepala
Polisi RI (Kapolri), Badrodin Haiti saat Konferensi Pers Penandatanganan
Addendum Nota Kesepahaman di kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
Pusat, Jakarta, Selasa (19/1/2016).
"Banyak pengusaha yang
bandel menunggak, menghindari pajak yang cukup besar di Indonesia.
Uangnya ditaruh di luar negeri untuk menghindari pajak, padahal ini
kewajiban mereka," tegas Badrodin.
Menurutnya, tak sedikit
pengusaha Indonesia yang menggunakan jasa preman untuk menakut-nakuti
petugas pajak. Bahkan jurus lainnya, dengan menyebut pengusaha itu
memiliki beking yang mengatasnamakan Kapolri atau yang lainnya.
"Jadi
petugas pajak tidak berani. Kadang mereka (pengusaha) juga sulit
ditemui sampai berbulan-bulan nunggak pajak. Kesulitan ini perlu dibantu
Polri," ujar Badrodin.
Lebih jauh dijelaskannya, modus operandi penghindaran atau
pengemplangan pajak beragam. Dengan demikian perlu upaya penyidikan atau
inteligensi supaya penerimaan pajak bisa ditarik dari pengusaha nakal
tersebut. "Jadi mesti diungkap oleh intelijen," ucapnya.
Sementara
itu, Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro mengungkapkan,
kerjasama antara Kemenkeu dengan Polri telah berjalan sejak beberapa
tahun sebelumnya dan terbukti mampu menarik pajak yang selama ini
ditunggak WP.
"Di masa lalu, petugas pajak dihadapkan oleh
preman WP. WP malah mengancam terserah mau ditagih atau tidak, saya
punya beking ini itu. Tapi petugas pajak tidak punya bekingan, sehingga
ini menyulitkan kami," tuturnya.
Namun saat ini dengan adanya
Penandatanganan Addendum Nota Kesepahaman, petugas pajak tidak perlu
takut lagi untuk menagih kewajibannya membayar pajak untuk pembangunan
nasional.
"Sekarang kami (petugas pajak) punya beking sejati
yang ditakuti pihak lain, yakni Kepolisian RI. Ini dilakukan karena
tahun ini merupakan tahun penegakkan hukum," ucap Bambang.
Saat
ini, ia bilang, kejahatan di bidang perpajakan kian canggih melalui
sistem Informasi Teknologi (IT) dan sebagainya. Kondisi ini akan memicu
kehilangan penerimaan negara setiap tahun sehingga DJP Kemenkeu harus
mengembangkan sumber daya manusia untuk dapat membaca dan menyisir
kejahatan itu lewat penyidikan.
"Mengirimkan karyawan DJP untuk
mempelajari ilmu intelijen paling baru, paling canggih, mencegah
permainan data dan lainnya supaya kami tidak khawatir lagi dengan
penerimaan. Orang-orang jadi makin susah berbohong atau memanipulasi
data," tandas Bambang. (Fik/Ndw)